Oleh: Muhd Nur Sangadji
Morowali; Raksasa Tidur Yang Bangun Kaget? Pada minggu minggu ini, jagat informasi Indonesia dan mungkin dunia, dipenuhi berita tentang Morowali. Pasalnya, ada mobil, bangunan dan fasilitas publik ludes terbakar. Bahkan, ada tiga jiwa tewas. Satu warga asing dan dua lagi warga lokal. Begitulah berita yang kita baca dan dengar di berbagai media. Di sana sedang terjadi konflik serius tetang pengelolaan sumber daya alam dan rasa keadilan.
Negeri Morowali ini telah menjadi pusat perhatian dunia lantaran perut buminya menyimpan harta karun, bahan tambang dengan deposit besar. Deposit besar inilah yang saya analogkan dengan raksasa tidur. Banyak pihak pergi ke sana untuk membangunkannya. Cara dan proses membangunkan raksasa tidur inilah yang menimbulkan masalah berujung kematian.
Atas kejadian ini dan ketegangan sebelumnya maka, saya saran kepada Pemda Morowali Utara dan Morowali. Coba temukan akar masalahnya. Bersama perusahaan, tuntaskan sejak dini agar tidak menumpuk menjadi sentimen kolektif dan meluas.
*****
Banyak konflik di Indonesia sejak dahulu. Baik konflik sosial maupun konflik berbasis sumberdaya alam sering terjadi oleh tiga hal. Pertama, terlambat atur. Kedua, tidak pandai mengatur. Ketiga, akhirnya, sudah sulit diatur. Pada tingkat terakhir ini akan memproduksi malapetaka, kekacauan dan bencana. Managemen perusahaan harus mengerti betul dengan hal ini.
Sebagai orang yang pernah menjadi asisten manajer perusahaan swasta nasional di Morowali. Setiap kali melakoni pekerjaan, saya sangat sering mendengar keluhan keluhan para pekerja. Macam macam. Pada tahap yang masih sangat dini. Persoalan begini harus di jembatani sebelum menggunung, memuncak dan meletus.
Kalau saya dengar Pidato Bupati Morowali Utara di hadapan masyarakat yang berunjuk rasa setelah kerusuhan ini. Terdapat persetujuan managemen perusahaan berkaitan dengan sumber konflik yang mengemuka. Antara lain, kenaikan gaji dan keamanan kerja. Nah, kalau ini bisa. Mengapa harus menunggu mobil dan harta perusahaan dibakar massa dan jatuh korban jiwa dahulu baharu dipenuhi rasa keadilan mereka..?
*****
Itulah sebabnya, mengapa konsep pembangunan global itu mengisyaratkan dua hal. “Respon to community need and sensitif of disaster or conflic” (respon kepada kebutuhan Komunitas dan peka terhadap akar bencana atau konflik).
Bahwa di perusahaan itu banyak orang menggantung hidupnya. Tentu, termasuk pekerja lokal. Itu, sesuatu yang memang begitu. Lumrah. Tapi, itu tidak boleh menjadi alasan tameng untuk membiarkan rasa keadilan mencari jalannya sendiri. Ingat bahwa VOC dahulu juga banyak pekerja lokal.
Sejarah ini harus terus menjadi cermin. Dahulu, aktivitas kolonial Belanda di wilayah Nusantara ini, dilakukan melalui perusahaan besar bernama VOC tersebut. Parlemen Belanda juga memberikan hak monopoli perdagangan sebagai salah satu hak istimewa kepadanya.
*****
Ada sejumlah hak istimewa VOC atau hak octrooi lainnya yang diberikan oleh Parlemen Belanda seperti dikutip dari buku Sejarah Indonesia oleh Abdurakhman dan Arif Pradono sebagai berikut :
- Hak untuk merebut dan memerintah negara jajahan.
- Hak untuk memonopoli perdagangan di wilayah timur Tanjung Harapan, termasuk Nusantara.
- Hak untuk mencetak mata uang sendiri.
- Hak untuk memiliki angkatan perang sendiri.
- Hak untuk memungut pajak.
- Hak untuk mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat.
- Hak untuk menyatakan perang dan membuat perjanjian damai.
- Hak untuk mengangkat dan memberhentikan pegawai.
Pada saat itu VOC berhasil menjadi penguasa perdagangan terkaya. Kongsi dagang ini memiliki lebih dari 150 kapal dagang, 40 kapal perang, 50.000 pekerja, dan 10.000 tentara. Namun, kejayaan VOC mulai meredup akibat konflik hingga masalah internal.
*****
Saat ini kalau kita buka media sosial. Ada banyak sekali berseliweran isu berkaitan investasi dan konflik sumberdaya alam di Indonesia. Terutama terkait kehadiran warga negara asing. Khususnya dari negeri Cina. Variasi isu ini banyak sekali. Mulai dari pendatang tanpa surat resmi. Berwajah dan berpostur tentara. Perbedaan perlakuan dan penghargaan kerja. Keamanan kerja dan gaji. Serta lain hal yang berujung pada kecemburuan sosial.
Hampir lima tahun saya tinggal di Eropa. Menyaksikan pemerintah Perancis sangat ketat pada kehadiran warga asing. Apalagi para pemburu pekerjaan (job seeker). Setiap saat akan ada penggrebekan terhadap apa yang mereka sebut “les travailes Noir” atau pekerja gelap. Intensif sekali.
Bagaimana dengan kita? Saya fikir, investasi tidak masalah. Sepanjang menguntungkan negara dan masyarakat. Namun, saya mencatat, banyak sekali isu-isu terkait kurang mendapat kontra narasi yang memadai dari pihak otoritas negara. Kecuali, “jangan percaya hoax. Jangan mudah terprovokasi dan sejenisnya”.
Sayang, kita sudah tidak punya departemen penerangan yang selalu tampil ke depan untuk mengklarifikasi setiap isu yang berkembang liar di masyarakat. Saya selalu bilang dalam ketakutan. Bila munculnya rasa apatisme warga sebagai embrio “Civil Disobeidiences”. Situasi dimana warga tidak lagi mau dengar dan percaya pada apa pun yang diucapkan atau dilakukan oleh pemegang otoritas.
*****
Berkaca pada sejarah dan pada kejadian konflik sumberdaya alam di hampir seluruh wilayah di Indonesia berkaitan investasi. Maka menurut saya, cara berpikir kita harus dibalik. Justru karena di perusahaan itu banyak jiwa menggantungkan hidup mereka dan keluarganya.
Maka, perusahaan harus dikelola dengan baik (corporate good governance). Agar ketidak puasan dan benih konflik mendapat kanalisasi yang tepat. Kalau tidak, letupan pasti muncul. Dan bila tidak terkendali, pasti kacau.
Saya lupa siapa yang bilang. Tapi, inilah yang dikatakannya ; “Kita boleh membungkam orang beberapa saat. Tapi, tidak akan mungkin selamanya”.
Teringat, sekitar dua bulan lalu. Saya berikan orasi ilmiah di Bungku, dalam acara pelantikan Majelis Daerah KAHMI Kabupaten Morowali. Di hadapan Bupati dan hadirin, saya berkata. Morowali ini, dahulunya adalah Raksasa yang tidur (the sleeping giant).
Dia, raksasa itu, kalau sekarang, bangun atau dibangunkan kaget. Awas. Bakal terjadi malapetaka. Boleh jadi, inilah salah satu contohnya. Sebab itu, kejadian saat ini, semoga menjadi pelajaran. Yaitu, pelajaran tentang bagaimana bangunkan raksasa ekonomi dunia ini dengan lebih bijaksana. Wallahu a’lam bi syawab. 🤲🤝✍🏿
(Penulis adalah Assoc Prof Bidang Ekologi Manusia.pengajar mata kuliah pendidikan karakter dan anti korupsi Universitas Tadulako)