Gila dan Puasa Burung Dara

  • Whatsapp

Oleh: Sofyan arsyad, S.Pd.I, M.Si
Kasi Urais dan Pembinaan Syariah Kanwil Kemenag Sulteng

Suatu ketika, Nabi Muhammad SAW menghampiri para sahabat yang sedang berkumpul mengelilingi orang gila. ”Ada apa ini, mengapa kalian berkumpul disini?” tanya Rasulullah.
”Ya Rasul, ini ada orang gila sedang mengamuk”, jawab sahabat Nabi.

Bacaan Lainnya

Apa respon Rasul Beliau diam sejenak dan memberi nasihat; ”Wahai sahabatku, ketahuilah orang ini bukan gila. Ia hanya sedang mendapat musibah.”

Lalu, Nabi Muhammad SAW balik bertanya, tahukah kalian, siapa orang gila yang sebenarnya? Tanpa menunggu jawaban para sahabat, Rasulullah menjelaskan enam ciri orang gila yang sebenarnya yaitu: 1) orang yang berjalan dengan sombong; 2) memandang orang lain dengan pandangan merendahkan; 3) membusungkan dada; 4) berharap surga sambil tetap berbuat maksiat; 5) kejelekannya membuat orang tidak aman dan kebaikannya tidak pernah diharapkan.
”Itulah orang gila sebenarnya. Kalau orang gila di depan kalian, dia cuma sedang kena musibah,” kata Rasulullah.
Dalam terminologi bahasa Arab, orang gila disebut ”majnun”, dengan akar kata ”jannat” yang artinya menutupi.

Dengan demikian, orang berkelakukan aneh yang biasa kita sebut ”gila”, sebetulnya adalah seseorang yang masih memiliki akal. Namun akal mereka telah tertutupi oleh hawa nafsunya, sehingga akalnya tidak mampu menerangi perilakunya.

Kisah ini seharusnya memberikan pelajaran kepada kita untuk mengintrospeksi diri, apakah ciri-ciri orang gila sebenarnya seperti yang digambarkan Nabi, bersemayam pada diri kita. Terlepas apapun jawabannya, saat ini kita ibarat sedang berada di ”rumah sakit jiwa terbesar di dunia”.

Rumah Sakit Ramadan namanya. Sebulan penuh, jiwa dan hati kita dirawat di rumah sakit made in Allah SWT tersebut. Jika kita bersungguh-sungguh berobat dan mematuhi anjuran ”dokter”, maka ketika keluar dari rumah sakit Ramadan (1 Syawal), jiwa dan hati kita yang mungkin dahulu dilumuri noda, akan kembali bersih, sehat, dan suci ibarat bayi yang baru dilahirkan.

Berbeda dengan rumah sakit di dunia, kesembuhan penyakit di rumah sakit ramadan lebih banyak ditentukan oleh seberapa besar kesungguhan ”pasien” dalam memahami esensi puasa dan melaksanakan resep/anjuran ”dokter” yang diracik dalam bentuk; mempuasakan seluruh anggota badan, shalat berjmaah diawal waktu, menghidupkan qiyamul lail, tadarrus al Qur’an, i’tikaf di masjid, gemar bersedekah, rajin beristighfar, zakat fitrah, serta amalan-amalan utama ramadan lainnya.

Pos terkait