Permasalahan krusial kata Hidayat saat ini adalah penanganan limbah sisa pembakaran batu bara (fly ash dan bottom ash). Sementara dampak lainnya ujar wali kota perlu ditinjau kembali dengan melibatkan ahli.
“Nah saat ini permasalahan tumpukan debu sedang kita carikan solusi. Ini tentu butuh waktu,”jelasnya.
Kendatipun dengan argumentasi itu, warga tetap menolak. Warga menyimpulkan tak ada lagi konpromi. Dalam situasi gaduh, warga kemudian mengusir rombongan dari lokasi saluran air.
“Lebih baik bapak-bapak tinggalkan saja ini tempat,”teriak warga.
Rombongan akhirnya meninggalkan lokasi. Permintaan wali kota tak bisa dipenuhi warga. Suasana meredah ketika tokoh masyarakat setempat mempersilahkan warga untuk tetap menutup saluran air itu.
“Sudah diputuskan tidak ada pembukaan saluran. Jadi saya minta kita semua diam. Kita hanya bereaksi kalau saluran ini dibuka,”kata tokoh masyarakat menenangkan warganya.
Sebelumnya permintaan untuk membuka air telah disampikan wali kota saat memimpin rapat bersama jajaran kecamatan, kelurahan dan perwakilan warga termasuk sejumlah ketua-ketua lembaga adat di lokasi PLTU.
Namun perwakilan warga maupun tokoh masyarakat yang hadir dalam pertemuan itu mengaku tak kuasa membujuk warga lainnya. Hingga akhirnya meminta wali kota beserta rombongan meninjau langsung lokasi.
Rencananya besok, Rabu 24 Januari 2018, akan digelar lagi pertemuan langsung dengan pimpinan PT PJPP. Rapat untuk membedah secara teknis dugaan limbah maupun kegiatan PLTU yang melebihi ambang batas.
(mdi/Palu Ekspres)