FOTO BERSAMA – Foto bersama Ketua DPRD Sulteng Aminuddin Ponulele, Staf Ahli Kantor Gubernur Hidayat Lamakarate serta Ketua Pokja Percepatan Pemekaran DOB Sultim Asrin Asrin Hasim dan sejumlah mahasiswa asal wilayah Sultim usai paripurna DPRD Sulteng, Rabu 31 Agustus 2016. (HAMDI ANWAR)
PALU,PE – Rapat paripurna DPRD Sulteng menyetujui hasil klarifikasi panitia khusus (Pansus) terhadap kelengapan administrasi pemekaran daerah otonomi baru (DOB) Sulawesi Timur (Sultim), Rabu 31 Agustus 2016. Selanjutnya Ketua DPRD Sulteng, Aminudin Ponulele dalam rapat paripurna yang juga dihadiri langsung Gubernur Sulteng H Longki Djanggola menerbitkan enam keputusan DPRD terkait DOB Sultim.
Menurutnya, berdasarkan hasil rapat Pansus yang digelar marathon sejak tanggal 12 Agustus 2016 telah menyatakan bahwa segala syarat administrasi, teknis dan fisik DOB Sultim sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Keputusan DPRD Sulteng tersebut ungkap Aminudin merupakan tindaklanjut atas surat permohonan Gubernur Sulteng tanggal 23 September 2015 tentang persetujuan DPRD atas pemekaran SOB Sultim. Enam keputusan itu antara lain menyatakan dan menyetujui pelepasan enam kabupaten cakupan DOB Sultim yakni Kabupaten Banggai, Banggai Kepulauan, Banggai Laut, Morowali, Morowali Utara dan Tojo Una-Una.
Kemudian nama calon DOB Sultim, kedudukan ibukota Sultim di Kabupaten Banggai, hibah penyelenggaraan Pilkada sebesar Rp20miliar, alokasi biaya penyelenggaraan pemerintah Rp20miliar, serta penyerahan aset dan kekayaan daerah berikut personil dan dokumen lain yang menyangkut utang piutang.
Sebelum dibacakan Sekretaris DPRD Sulteng Mu’min, enam keputusan tersebut telah disepakati oleh seluruh Anggota DPRD yang hadir dalam paripurna. Anggota DPRD juga sepakat menyerahkan kepada pimpinan untuk menyusun enam rancangan keputusan tersebut. Sementara hasil Kerja Pansus sebelumnya dibacakan anggota Pansus Hasan Patongai Ahmad.
Usai pembacaan keputusan, Aminuddin selanjutnya menyerahkan dokumen putusan kepada Gubernur Sulteng H Longki Djanggola. Menurutnya, enam keputusan DPRD itu akan dipelajari dan dilengkapi lagi oleh Gubernur Sulteng.
“Selanjutnya Gubernur akan menyampaikan putusan DPRD itu kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri untuk dipelajari kemungkinannya,”kata Aminuddin.
Setelah itu, pihak DPRD Sulteng kata Aminuddin kemungkinan masih akan menggelar paripurna terkait DOB Sultim. Namun jadwalnya akan diatur kemudian.
Rapat paripurna tentang putusan DOB Sultim yang digelar pukul 20.30Wita terpantau berjalan lancar dan tertib. Puluhan mahasiswa terlihat memadati balkon ruang utama DPRD Sulteng tempat digelarnya Paripurna. Ketua kelompok kerja (Pokja) percepatan pemekaran DOB Sultim, Asrin Hasim mengapresiasi DPRD Sulteng. Pihaknya berharap, putusan DPRD dan Pemerintah Provinsi Sulteng dapat secepatnya diajukan kepada Kemendagri untuk pembahasan selanjutnya.
“Semoga semuanya berjalan lancar. Kami berharap secepatnya bisa diajukan ke pemerintah pusat,” demikian Asrin.
Dari Jakarta dilaporkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan sikap pemerintah soal moratorium pemekaran wilayah. Pembentukan wilayah baru bisa dilakukan apabila pertumbuhan ekonomi sudah mencapai tujuh pesen.
“Intinya kami efisien dulu sampai mencapai pertumbuhan 7 persen, baru setelah itu kami berpikir apakah masih perlu (pemekaran) atau tidak,” kata Kalla dalam pembukaan Institute Otonomi Daerah, di Hotel Sahid, Jakarta. Pemerintah baru bisa merealisasikan pertumbuhan ekonomi di angka 4,73 persen tahun lalu.
Kalla mengatakan ongkos pemekaran wilayah cukup besar, di sisi lain dampaknya pada peningkatan kesejahteraan rakyat tak terlalu terlihat. Dia menyebutkan, pada zaman sebelum reformasi, anggaran pengeluaran di APBN hanya Rp 200 triliun. Anggaran pembangunan nasional lebih dari 50 persen. Saat ini, APBN mencapai Rp 2 ribu triliun atau naik 10 kali lipat, namun alokasi anggaran kurang dari 20 persen. “Secara persentase rendah walaupun secara nominal kelihatannya tinggi,” kata Kalla.
Menurut Kalla, beban pemerintahan terlalu besar, terutama untuk daerah. Pada 2006, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, serta dana lain yang ditransfer ke daerah mencapai Rp 220 triliun. Untuk 2016, transfer dana-dana mencapai Rp 770 triliun atau naik Rp 350 triliun. Namun, laju pertumbuhan ekonomi hanya sekitar lima persen.
“Kenapa itu terjadi, anggaran naik tapi pertumbuhan ekonomi tidak selaju kenaikan anggaran?” kata Kalla. Artinya, Kalla melanjutkan, memang dana-dana tersebut banyak digunakan untuk biaya operasional.
Dia bercerita ada daerah yang anggaran produktifnya sampai 80-90 persen, tapi ada yang PAD-nya hanya 5 persen dari APBN. Dana tersebut digunakan untuk membangun kantor baru, rumah jabatan baru, dan mobil baru. “Padahal tujuan pembangunan adalah kesejahteraan rakyat. Rakyat perlu peningkatan pertanian, perlu bibit, perlu pengairan. Pejabat perlu kantor, lalu didahulukan kantornya bukan rakyatnya,” kata Kalla.
Inilah, kata Kalla, yang membuat pemerintah memutuskan dua hal, yaitu moratorium PNS baru dan moratorium pemekaran wilayah. Dia mengingatkan keinginan pemekaran wilayah jangan dilakukan hanya karena kalah dalam pemilihan kepala daerah.
Ada juga usulan pemekaran wilayah disarai gubernur yang meneken karena alasan takut didemo. “Jadi semua sampah dibawa ke pusat. Di daerah sudah ditandatangani, padahal (gubernur) tidak mau, hanya terpaksa saja,” kata Kalla.
Karena itu, pemerintah tegas menyatakan tidak ada pemekaran sejak awal. “Daripada ada korban, maka kami umumkan saja sekalian sekarang, tidak ada pemekaran. Jadi silakan demo, tapi intinya tidak ada pemekaran. Itu saja,” kata Kalla.
Efektivitas pemekaran, Kalla mengatakan, sebetulnya desa sekarang sudah menjadi semi otonomi dengan pemberian dana desa. “Jadi apalagi? Sudah sentralnya di desa,” kata dia.
Kementerian Dalam Negeri mencatat selama periode 2009-2014, masih ada 87 usulan Daerah Otonomi Baru (DOB) yang belum diproses di DPR. Namun kemudian masuk lagi usulan DOB sebanyak 199. Namun belakangan, pemerintah menegaskan sikap untuk malakukan moratorium pemekaran wilayah atau DOB. (mdi/jpnn)