Jangan Jadi Generasi “Tidak Cukup Satu”

  • Whatsapp

Ini dikarenakan kita tidak terlatih atau terbiasa untuk bekerja kelompok lebih cenderung kepada mengerjakan sendiri-sendiri. Berbeda dengan di Malaysia, Singapura dan Jepang.  Kerjasama itu dibangun sejak pendidikan PAUD dan Dasar, sehingga mereka terbiasa dengan pola seperti itu.  Pembentukan karakter lebih mudah dilakukan di usia dini.

Ketika mereka menempuh pendidikan menengah dan tinggi maka mereka sudah memiliki modal dasar.  Saya teringat di tahun 1979 ketika kuliah di IPB Bogor.  Kebetulan dalam angkatan tahun 1979 ada mahasiswa asal Malaysia yang ikut kuliah.  Hal yang membedakan di saat itu bila tugas individu kita lebih unggul.  Tetapi  kalau tugas kelompok mereka lebih unggul dan menguasai secara detai setiap bab karena dibagi tugas.  Kalau mahasiswa kita mengerjakan tugas kelompok paling banyak 2-3 orang.

Bacaan Lainnya

Karena itu, kita harus merivitalisasi kurikulum pendidikan kita terutama untuk membangun kerjasama.  Khusus generasi yang sedang menempuh pendidikan tinggi saat ini, seperti adik-adik ini kiranya sudah membiasakan budaya kerjasama menyelesaikan tugas yang diberikan.  Karena dengan budaya ini paling tidak kita bisa membangun attitude, kemudian memperluas knowledge dan membangun skill terutama kebiasaan diskusi terbuka dengan sejumlah argumen yang dapat dipertanggung jawabkan. 

Belajar dari kuliah umum di atas tentunya pimpinan daerah ke depan di Indonesia menjadikan program pengembangan SDM sebagai salah satu prioritas terutama membangun budaya kerjasama.

Terlihat bahwa di sejumlah daerah kerjasama antar OPD, organisasi perangkat daerah dalam menyelesaikan sejumlah permasalahan daerah masih menjadi sebuah tantangan.

Karena sudah pukul 05.00 WITA, dan harus melaksanakan tugas lain, maka tulisan ini diakhiri.  Semoga bermanfaat. ***

Pos terkait