Balita Belum Merdeka dari Stunting

  • Whatsapp
Bambang Sardi. Foto: Istimewa

Bahkan menurut Analis Kebijakan Ahli Utama Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan, Siswanto menyatakansemua pihak mulai dari pemerintah, fasilitas pelayanan kesehatan, hingga masyarakat harus mendukung hal tersebut. Ibu dan keluarga, kader kesehatan, hingga kepala desa, menurutnya perlu membangun model desa tahan gizi.

Selain itu, puskesmas dan posyandu juga harus menerapkan metode jemput bola agar pemantauan tumbuh kembang anak tetap bisa dilakukan di masa pandemi COVID-19.

Bacaan Lainnya

Penulis sendiri bekerjasama dengan Rumah Sehat BAZNAS Parigi Moutong telah memberikan pelatihan pembuatan makanan bergizi berupa Virgin Coconut Oil (VCO) dan biskuit blondo, yang keduanya berasal dari buah kelapa dan pembagian gratis kepada sekitar 50 pasien stunting. Hasilnya,  menunjukkan adanya penurunan jumlah pasien stunting di Kecamatan Siniu, Parigi Moutong.

Penanganan secara total dapat dilakukan dengan pendekatan sistematik. Di mana, peningkatan kasus stunting saat pendemi tidak menganggetkan masyarakat. Hal ini disebabkan sebelum pendemi COVID-19, Asian Development Bank (ADB) Tahun 2019 melaporkan 22 juta orang Indonesia masih menderita kelaparan. ADB bersama International Food Policy Research Institute (IFPRI) mengungkapkan hal itu dalam laporan bertajuk ‘Policies to Support Investment Requirments of Indonesia’s Food and Agriculture Development During 2020–2045. Kelaparan yang diderita 22 juta orang tersebut atau 90 persen dari jumlah orang miskin Indonesia versi Badan Pusat Statistik (BPS) yang sebanyak 25,14 juta orang dikarenakan masalah di sektor pertanian, seperti upah buruh tani yang rendah dan produktivitas yang juga rendah. Hal ini disebabkan banyak lahan pertanian yang berahli fungsi ke non pertanian yang dikuasai korporat, menjadikan para petani tak memiliki lahan untuk berproduksi, kebijakan impor pangan menjadikan rakyat sulit mendapatkan bahan pangan karena mahal, meniscayakan distribusi logistik pangan yang tidak adil yang berimplikasi pada semakin tajamnya ketimpangan sosial. Sistem kesehatan diterapkan dalam mengatasi pandemi COVID-19 yang tidak mampu memisahkan orang sehat dan orang sakit yang berakibat semakin meluaskan penyebaran COVID-19. Alhasil, aktivitas kepentingan umum seperti bekerja mencari nafkah bagi orang sehat menjadi terhambat. Seharusnya sejak awal pandemik negara menelusuri sumber penyakit dan berupaya memisahkan orang yang sakit dan yang sehat, serta mencegah agar penyakit tak meluas.

Pos terkait