PALU, PE – Status Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu yang berada dalam zona merah, masih menjadi perhatian Dewan Kota Palu.
Anggota DPRD Kota Palu, Hamsir menilai terancam gagalnya KEK Palu akibat ulah pemerintah kota sendiri, dalam hal ini pemerintahan yang sekarang ini menjabat, Hidayat-Sigit.
Menurut politisi Hanura itu, sangat mustahil dan hanyalah sebuah keajaiban bila KEK Palu bisa terselamatkan dalam kurun waktu yang tersisa hanya dua bulan lagi.
Sementara, di sisi lain, penilaian Dewan KEK Nasional terhadap KEK Palu terkait status zona kritis seolah mensinyalkan bahwa pemerintah kota Palu yang memerintah saat ini terkesan apatis dan lamban menindaklanjuti salah satu program strategis nasional tersebut.
“Ini ibarat keajaiban saja yang bisa. Pemerintah kita tidak tanggap. Lamban menindaklanjuti,” tandasnya, baru-baru ini.
Bukti bahwa pemerintah terkesan tidak tanggap terhadap KEK Palu kata Hamsir dilihat dari progres persiapan infrastruktur dasar KEK Palu yang sangat lamban dan stagnan.
Itu didukung dengan belum terlaksananya program pembebasan 1.500 hektar lahan yang ditargetkan menjadi lahan KEK.
‘’Buktinya sampai saat ini lahan itu belum terbebaskan. Kalau pemerintah serius harusnya ini sudah dilakukan. Tetapi, yang jadi kendala kita justru adalah pembebasan lahan itu,” terangnya.
Memang ada sebagian lahan yang sudah dibebaskan diluar lahan induk 1.500 hektar itu. Lahan yang dibebaskan itu adalah lahan penopang sekitar kawasan induk itu.
Sikap tidak tanggap pemkot kata Hamsir seolah diisyaratkan sendiri oleh pemkot saat audiensi bersama dewan terkait kebijakan lebih lanjut pengelolaan KEK Palu.
“Kita sudah pernah audiensi dengan walikota berhadapan langsung. Kata Pemkot bahwa ini sudah diserahkan ke provinsi. Harusnya, agar lebih efektif, kotalah yang proaktif. Karena PPnya (PP Nomor 31 Tahun 2014 Tentang KEK Palu,red) turun bukan untuk provinsi tapi Kota Palu,” ujarnya.
Sebagai wakil rakyat, Hamsir menyayangkan sangat bila Palu kehilangan status itu. Bukan suatu hal yang mudah untuk mendapatkan status itu. Di Indonesia hanya sembilan daerah yang mendapatkan status ini.