Tapak Kaki sang Pengais Mungil
Malam perlahan mulai mendung rinai hujan mulai membasahi jalanan.
Ramai sorot lampu kendaraan menerangi sudut kota yang mulai basah.
Dari kejauhan terlihat gerobak kayu lusuh berjalan perlahan
Mengarungi ramainya kota.
Bayangan kecil sang pengais mungil sambil memegang baju sang ayah
Yang robek di pundaknya.
Perlahan-lahan melangkahkan kaki mungilnya menyusiri pinggiran kota.
Senyum mungil yang syahdu seakan tak menghentikan pandangannya
Yang tajam melirik gelas bekas yang berserakan di jalanan.
Menurutnya itu adalah rejeki mereka malam itu.
Satu persatu gelas bekas dipungutnya sembari tersenyum memasukan ke dalam
Gerobak lusuh milik ayahnya.
76 tahun Indonesia merdeka tetapi itu tak berarti bagi sang pengais mungil.
Yang dipahaminya kata kemerdekan hanyalah sebuah kata-kata .
Jaket mungilnya yang lusuh selalu menghangatkan badannya dari terpaan rinai hujan
Dan angin malam.
Ia terus berjalan sambil melihat kiri dan kanan memastikan rejeki mereka telah ia
Masukan ke dalam gerobak lusuh.
Perlahan bayangan gadis kecil dan langkah kaki sang pengais mungil tak terlihat lagi.
Tenggelam oleh pekatnya malam. ***