Isteriku, Bertarunglah dengan Kepala Tegak

  • Whatsapp
Isteriku, Bertarunglah dengan Kepala Tegak oleh Muhd Nur Sangadji/ Foto: istimewa

Baca juga : Sesat Pikir Memahami Opini Seorang Akademisi

Kalau untuk pemilihan rektor, penentuannya adalah presiden melalui menteri. Maka, untuk pemilihan dekan, penentunya menteri melalui rektor. Sesungguhnya, maksud adanya hak perogatif yang 35 persen itu, diciptakan untuk sebuah kebijaksanaan yang lebih mulia. Yaitu, kebijakan untuk mencegah munculnya calon pemimpin yang oligarkis, korup, kolutif dan nepotis. Atau, yang terhubung dengannya. Tapi acap kali, justru terbalik.

*******

Oleh karena bersemangat demokrasi, dia, isteriku menyatakan siap maju. Dikumpulkanlah semua berkas persyaratan dengan susah payah, sebab harus membongkar file lama. Datangi rumah sakit. Bikin pernyataan berkelakuan baik. Tidak korupsi. Tidak narkoba. Dan, berbagai persyaratan yang untuk mengurusnya, butuh kesungguhan, kesabaran dan ketenangan. Didatangilah dekan untuk bicara dari hati ke hati sebagai sahabat. Bersepakat untuk saling beri jalan. Proses pun berlangsung.

Baliho telah terpasang. Kandidatnya hanya dua. Dekan yang sedang menjabat dan pasangan kompetitornya. Jadi, bertarung secara demokrasi antara lama (status quo) dan baru (mengusung perubahan). Wajar saja. Meskipun yang lama pun, bisa mengusung perubahan. Tapi, yang baru sudah pasti berubah. Yaitu, berubah dari yang lama ke yang baru. Masalahnya, apakah keduanya membawa perubahan ke arah yang lebih baik atau sebaliknya?

Semua terpulang kepada kemauan kuat mereka berdua untuk membangun program yang bermutu (political will). Lalu, dukungan dana dengan prinsip efesien dan efektif (political budgeting). Dan, keinginan yang sungguh-sungguh (strong leadership). Dan, tekad untuk mewujudkan (political implementation). Kampus kita ini rusak parah. Kementerian dan publik sudah tahu.

Baca juga : Gubernur Sulteng: Perusda Harus Berani dan Tidak Takut

Korupsi, oligarki dan nepotisme merajalela puluhan tahun. Ini fakta. Bukan fitnah. Sedikit lagi ada yang berperkara hukum serius. Lihat saja nanti. Maka, kamu bantu memperbaikinya dari Fakultas, andaikan terpilih. Begitulah nasehat saya.

******

Namun, hal yang lebih awal kita bicara adalah tentang proses demokrasinya. Demokrasi itu ada dua dalam perspektif teori. Musyawarah dan mufakat atau kompetisi bebas (free fight competition). Kalau kita sepakat musyawarah mufakat, maka tidak usah ada demokrasi prosedural. Ternyata, saya baru dengar. Ada lagi satu. Namanya, demokrasi kompromi.

Pos terkait