Indonesia Memiliki Risiko Bencana Tertinggi di Dunia. Sepanjang tahun 2022, di Indonesia tercatat 3.544 kejadian bencana yang didominasi oleh bencana hidrometeorologi berupa banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor.
Akibat bencana itu ratusan korban jiwa, ribuan orang luka-luka, serta jutaan orang mengungsi. Bencana juga merusak puluhan ribu rumah, serta menghancurkan fasilitas umum, baik fasilitas pendidikan, kesehatan, maupun peribadatan.
Baca juga : informasi-kebencanaan-palu-belum-maksimal
Mengapa Indonesia Memiliki Risiko Bencana Tertinggi di Dunia, Karena dari sisi geografis, Indonesia terletak pada zona pertemuan lempeng besar dunia yang aktif, sehingga sering terjadi gempa bumi.
Belum lagi, bencana hidrometeorologi yang dipicu oleh perubahan iklim global juga membayangi, seperti banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, dan cuaca dan iklim ekstrem.
Soal Indonesia Memiliki Risiko Bencana Tertinggi di Dunia ini disampaikan Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat menutup Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penanggulangan Bencana Tahun 2023 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (02/03/2023).
Di samping itu, kata Wapres, Indonesia juga tak lepas dari ancaman bencana non-alam seperti kegagalan teknologi, kegagalan modernisasi, serta ancaman konflik sosial.
“Sebagaimana beberapa waktu lalu kita telah melewati masa pandemi Covid-19, ke depan pun kita akan dihadapkan pada tantangan penanggulangan bencana yang semakin kompleks,” ujar Wapres.
Berbagai risiko bencana tersebut semakin meningkatkan urgensi pelaksanaan Rakornas Penanggulangan Bencana setiap tahunnya.
RIPB Upaya Pemerintah Hadapi Indonesia yang Memiliki Risiko Bencana Tertinggi di Dunia
Menurut Wapres, dampak dan kerugian akibat bencana yang Indonesia alami, semakin menuntut adanya kerangka sistem ketahanan bencana yang menyeluruh, yaitu yang didukung kapasitas kelembagaan pemerintah; kemitraan dengan berbagai unsur, termasuk kolaborasi dengan komunitas internasional dan partisipasi masyarakat; penguatan sistem data; pemanfaatan teknologi; serta keragaman skema pembiayaan. Mengingat Indonesia memiliki risiko bencana tertinggi di dunia.
“Dalam penanggulangan bencana, kita telah memiliki Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) Tahun 2020-2044 sebagai pedoman,” ujar Wapres dalam menangani Indonesia yang memiliki risiko bencana tertinggi di dunia ini.
Selanjutnya Wapres menegaskan bahwa Visi besar RIPB untuk mewujudkan Indonesia tangguh bencana untuk pembangunan berkelanjutan, adalah tanggung jawab bersama. Visi ini membuka potensi kerja sama antarunsur pentahelix untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan.
Tangguh bencana berarti Indonesia mampu menahan, menyerap, beradaptasi, dan pulih dari segala macam bencana secara tepat waktu, efektif dan efisien, demi mempertahankan dan melanjutkan kinerja serta raihan prestasi Indonesia selama ini.
Upaya Penanggulangan Bencana di Indonesia yang memiliki risiko bencana tertinggi di dunia
Dalam kesempatan ini, Wapres menggarisbawahi beberapa hal dalam upaya penanggulangan bencana di masa mendatang.
**** Pertama, penguatan mitigasi bencana serta praktik-praktik penanggulangan bencana harus memperhatikan aspek keselamatan masyarakat dari risiko bencana.
Untuk itu, ketahanan bencana diarahkan tidak hanya dengan memperkuat mitigasi struktural, tetapi juga mitigasi secara kultural.
**** Kedua, perlunya peningkatan kerangka berpikir sadar bencana, termasuk dalam sisi pembiayaan, sehingga terjadi kolaborasi pembiayaan bencana, baik dari sektor privat atau dunia usaha, maupun sektor publik atau pemerintah.
**** Ketiga, semua unsur terkait agar terus menjaga komitmen penanggulangan bencana. Mitigasi hulu ke hilir harus diperkuat untuk menekan dampak kerugian akibat kejadian bencana.
“Utamanya, saya meminta komitmen semua unsur dalam menegakkan aturan di bidang kebencanaan. Aturan ini meliputi aturan untuk tidak lagi membangun di wilayah zona merah, aturan untuk menindak pelaku pembakaran hutan, dan aturan untuk melayani masyarakat berdasarkan Standar Nasional Indonesia dalam penanggulangan bencana.
Pemerintah daerah Ujung Tombak Penyelenggara Penanggulangan Bencana
Selanjutnya, kata Wapres, pentingnya desentralisasi penyelenggaraan penanggulangan bencana. “Untuk itu, perlu integrasi pengelolaan risiko bencana bagi daerah dalam penyusunan RPJMD dan RAPBD.”
Terakhir, sebagai ujung tombak penyelenggaraan penanggulangan bencana, pemerintah daerah perlu membangun modal sosial masyarakat untuk mendorong kemandirian dalam mengurangi risiko bencana. Untuk itu, penerapan Standar Pelayanan Minimal Sub-Urusan Bencana harus dioptimalkan.
Di akhir sambutan Wapres kembali menekankan bahwa hadirnya negara adalah untuk menjadi pelayan masyarakat. Oleh karena itu, pelayanan prima untuk melindungi masyarakat, termasuk dari risiko bencana, adalah prioritas kita.
Seluruh unsur pentahelix agar berupaya optimal dalam melakukan mitigasi sebelum bencana terjadi, dan berkolaborasi dalam penanggulangannya jika bencana sudah telanjur terjadi.
Hadir pada kesempatan itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana beserta jajaran; Para Menteri, Kepala Lembaga, Pimpinan TNI dan Polri; Para Gubernur, Bupati, dan Wali Kota beserta jajaran.
Namun Wapres mengingatkan diawal bahwa Indonesia sesungguhnya dianugerahi Allah SWT dengan kekayaan alam yang berlimpah. Tugas kita sebagai manusia adalah mengelola dengan sebaik-baiknya, baik berkah yang terkandung di dalamnya, maupun risiko bencana yang menyertainya.
Keberadaan gunung berapi, misalnya, berpotensi menghadirkan erupsi, namun mampu menyuburkan lahan untuk ditanami.
Begitu pun lautan luas yang mengelilingi negara kepulauan kita. Meskipun dapat menimbulkan tsunami, laut merupakan sumber energi, juga menjadi rumah aneka biota yang dibutuhkan manusia. (aaa/PaluEkspres)